Pernah ketemu sama seseorang yang meski punya banyak pencapaian, tetap bersikap sederhana dan menghargai semua orang? Biasanya, orang seperti ini meninggalkan kesan hangat dan menyenangkan. Di sisi lain, ada juga orang yang mungkin punya sedikit kelebihan saja, tetapi sikapnya membuat kita enggan mendekat karena merasa diremehkan. Bedanya ada pada satu hal: kerendahan hati.
Rendah hati adalah sikap yang sering disalahartikan sebagai rendah diri. Padahal, keduanya berbeda jauh. Rendah diri berarti merasa tidak berharga, sementara rendah hati justru datang dari kekuatan batin, kesadaran diri, dan pengendalian ego. Orang rendah hati bisa percaya diri, tetapi tidak perlu menonjolkan dirinya dengan cara yang meremehkan orang lain.
Lalu, bagaimana sebenarnya cara menjadi rendah hati? Bagaimana kita bisa menanamkan sikap ini di tengah dunia modern yang seringkali mendorong orang untuk pamer pencapaian? Jawabannya ada pada mindset—cara kita memandang diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Mari kita bahas satu per satu.
Mindset 1: Semua Manusia Setara, Terlepas dari Status dan Latar Belakang
Rendah hati berawal dari kesadaran bahwa setiap manusia itu sama berharganya. Tidak peduli apakah seseorang seorang direktur atau tukang parkir, seorang profesor atau tukang sapu jalanan—semuanya tetap manusia yang punya hati, pikiran, dan perasaan.
Kalau kamu pernah naik kereta pagi, coba lihat sekelilingmu. Ada pegawai kantoran dengan jas rapi, ada pedagang kecil dengan barang dagangannya, ada juga anak sekolah dengan tas berat di punggung. Semua naik kereta yang sama, duduk di kursi yang sama, dan merasakan lelah perjalanan yang sama. Hidup sesungguhnya menyatukan semua orang pada titik yang setara.
Dengan mindset ini, kita bisa mengubah cara memandang orang lain. Misalnya, ketika kamu makan di restoran, jangan hanya menghormati pemilik atau manajernya, tapi juga berterima kasih pada pelayan atau tukang cuci piringnya. Mereka semua punya peran penting.
Kesadaran ini membuat kita lebih menghargai manusia tanpa memandang status sosial, pangkat, atau jabatan. Inilah langkah pertama untuk belajar rendah hati.
Mindset 2: Semua yang Kita Miliki adalah Pemberian Tuhan
Kerendahan hati juga tumbuh dari keyakinan bahwa apa pun yang kita miliki—harta, ilmu, jabatan, bahkan kesehatan—pada dasarnya adalah titipan dari Tuhan. Semua bisa berubah sewaktu-waktu.
Pernahkah kamu mendengar cerita tentang orang yang dulunya kaya raya, lalu tiba-tiba bangkrut? Atau seseorang yang sangat berkuasa, tapi kemudian tersandung kasus sehingga kehilangan segalanya? Hal ini mengingatkan kita bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita.
Jika menyadari hal ini, kita tak akan mudah sombong. Misalnya, saat kamu berhasil lulus dengan nilai terbaik atau naik jabatan, syukuri pencapaian itu, tetapi jangan menjadikannya alasan untuk meremehkan orang lain. Sebab, prestasi tersebut tidak hanya hasil kerja kerasmu, tetapi juga campur tangan Tuhan dan dukungan banyak orang di sekitarmu.
Dengan begitu, kita belajar menundukkan hati: bangga boleh, tapi tetap sadar bahwa semua bisa berubah kapan saja.
Baca Juga: Tips Menjadi Sabar, Rahasia Hidup Tenang dan Bahagia dari Riset Ilmiah
Mindset 3: Manusia Tempatnya Salah dan Keliru
Tidak ada manusia yang sempurna. Kita semua pernah melakukan kesalahan. Bahkan orang yang paling bijak sekalipun tetap bisa keliru. Kesadaran inilah yang menjadi kunci rendah hati.
Coba bayangkan, kamu melihat seorang teman melakukan kesalahan kecil, misalnya salah mengetik laporan di kantor. Jika kamu langsung mencemooh, seakan kamu tak pernah melakukan kesalahan, itu tanda kesombongan. Tapi kalau kamu mengingat, “Aku juga pernah salah, bahkan mungkin lebih parah,” maka kamu akan lebih mudah bersikap lembut.
Contoh lain, saat ada artis atau tokoh publik yang melakukan blunder di media sosial, banyak orang yang langsung menghujat. Padahal, kita juga bisa saja melakukan kesalahan serupa kalau berada di posisi mereka. Mindset ini menahan kita untuk tidak cepat menghakimi.
Dengan memahami bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan, kita belajar untuk lebih pemaaf, rendah hati, dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.
Mindset 4: Setiap Orang Membawa Pelajaran dari Tuhan
Pernahkah kamu merasa bahwa orang-orang yang hadir dalam hidupmu selalu membawa pesan tertentu? Ada teman yang mengajarkan arti kesetiaan, ada bos yang keras tapi membuatmu belajar disiplin, ada pedagang kecil yang mengajarkan arti kerja keras. Bahkan orang yang membuatmu kesal pun sebenarnya bisa jadi guru kehidupan, mengajarkanmu kesabaran.
Mindset ini akan mengubah cara kita memandang manusia. Kalau kamu percaya bahwa setiap orang membawa pelajaran dari Tuhan, maka kamu tak akan meremehkan siapapun.
Misalnya, kamu sedang naik ojek online dan ngobrol dengan drivernya. Dari cerita hidupnya, kamu mungkin belajar tentang perjuangan, ketekunan, atau rasa syukur. Dari situ, kamu menyadari bahwa kebaikan dan pelajaran bisa datang dari siapa saja, bukan hanya dari orang yang berstatus tinggi.
Rendah hati lahir dari keyakinan bahwa semua orang yang kamu temui adalah bagian dari perjalanan spiritualmu.
Mindset 5: Rendah Hati Mengundang Kebaikan, Kesombongan Mengundang Bencana
Ada pepatah bijak yang mengatakan, “Air selalu mengalir ke tempat yang rendah.” Begitu pula dengan berkah dan kebaikan—sering kali datang kepada orang-orang yang hatinya rendah.
Ketika kamu rendah hati, orang lain akan lebih nyaman mendekat. Kamu akan lebih mudah mendapatkan bantuan, kerja sama, dan dukungan. Sebaliknya, jika kamu sombong, orang-orang cenderung menjauh. Bahkan kesempatan baik pun bisa hilang karena orang tak suka dengan sikapmu.
Baca Juga: Growth Mindset, Rahasia Sukses dan Cara Mengembangkannya
Contoh sederhana bisa kamu lihat dalam dunia kerja. Seorang atasan yang rendah hati biasanya lebih disukai timnya. Mereka lebih loyal, lebih semangat bekerja, dan lebih terbuka memberikan ide. Tapi atasan yang sombong, suka meremehkan, biasanya membuat timnya merasa tertekan dan akhirnya performa pun menurun.
Bahkan dalam kehidupan spiritual, banyak ajaran agama yang menekankan bahwa kesombongan adalah sumber kebinasaan. Jadi, rendah hati bukan hanya baik untuk hubungan sosial, tetapi juga mendatangkan keberkahan.
Cara Melatih Rendah Hati dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah memahami mindset di atas, sekarang mari kita lihat langkah konkret yang bisa kamu lakukan untuk melatih kerendahan hati:
- Belajar mendengar sebelum berbicara.
Dengarkan cerita orang lain dengan penuh perhatian. Jangan merasa selalu harus memberi nasihat atau mengoreksi. - Biasakan berterima kasih pada siapa saja.
Ucapkan terima kasih bukan hanya kepada atasan, tetapi juga pada satpam yang membukakan pintu atau tukang parkir yang membantu motormu. - Akui kalau kamu salah.
Kalau keliru, jangan malu meminta maaf. Mengakui kesalahan justru tanda kebesaran hati. - Kurangi pamer di media sosial.
Tidak semua pencapaian harus diumumkan. Kadang, lebih indah jika kita menikmatinya dalam diam. - Latih diri untuk melayani.
Misalnya, ikut kegiatan sosial, membantu tetangga, atau hal kecil seperti menolong orang yang kesulitan di jalan.
Baca Juga: Apa Itu Pengembangan Diri? Perjalanan Menuju Versi Terbaik Diri Kita
Menjadi Rendah Hati, Menjadi Lebih Manusia
Sahabat, cara menjadi rendah hati bukan soal menundukkan kepala semata, melainkan soal menundukkan hati. Ini adalah perjalanan batin yang dimulai dari kesadaran: bahwa semua manusia setara, bahwa segala yang kita miliki hanyalah titipan, bahwa kita semua bisa salah, bahwa setiap orang membawa pelajaran, dan bahwa kerendahan hati mendatangkan kebaikan.
Rendah hati bukan berarti kamu lemah. Justru, hanya orang kuat yang mampu menahan egonya. Dengan menjadi rendah hati, kamu bukan hanya membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain, tetapi juga membuka jalan bagi keberkahan dalam hidupmu.
Foto Thumbnail: Freepik.com