Menjadi seorang pemimpin bukan hanya soal jabatan atau posisi yang tinggi. Kepemimpinan sejati adalah tentang bagaimana kamu mampu memengaruhi, menginspirasi, dan membawa timmu menuju arah yang lebih baik. Banyak orang sering bertanya, cara menjadi pemimpin yang baik itu seperti apa? Apakah harus punya karisma bawaan? Ataukah bisa dipelajari?
Jawabannya: kepemimpinan adalah keterampilan yang bisa diasah. Bahkan, banyak tokoh besar di dunia menunjukkan bahwa mereka belajar dari pengalaman, kegagalan, hingga keberanian mengambil keputusan. Mari kita bahas bersama-sama, lengkap dengan contoh nyata agar lebih mudah dipahami.
1. Memiliki Visi yang Jelas
Salah satu cara menjadi pemimpin yang baik adalah dengan memiliki visi yang jelas. Visi ibarat kompas yang menuntun arah perjalanan sebuah organisasi atau tim. Tanpa visi, pemimpin hanya akan berjalan tanpa arah.
Contohnya bisa kamu lihat dari sosok Ignasius Jonan, mantan Menteri Perhubungan sekaligus mantan Direktur Utama PT KAI. Saat awal menjabat, KAI menghadapi banyak masalah: pelayanan buruk, kereta sering telat, hingga keuangan yang merugi. Jonan kemudian membangun visi sederhana tapi kuat: menjadikan kereta api sebagai moda transportasi yang manusiawi, tepat waktu, dan nyaman.
Hasilnya? Dalam beberapa tahun saja, kereta api berubah drastis. Kini, masyarakat lebih percaya menggunakan kereta, dan KAI dikenal sebagai salah satu BUMN yang berhasil bertransformasi. Visi yang jelas dari seorang pemimpin mampu menggerakkan ribuan karyawan untuk bekerja dengan semangat baru.
2. Mampu Mendengar dan Berempati
Cara menjadi pemimpin yang baik tidak hanya tentang memberi perintah, tapi juga tentang kemampuan mendengarkan. Pemimpin yang bijak mau mendengar suara timnya, memahami masalah yang mereka hadapi, dan memberikan solusi yang manusiawi.
Salah satu contohnya adalah Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru. Saat negaranya diguncang tragedi penembakan di Christchurch, ia hadir langsung menemui korban dan keluarganya. Ia tidak hanya memberikan pidato resmi, tetapi benar-benar menunjukkan empati melalui sikap dan tindakan. Bahkan, banyak orang melihat bagaimana ia memeluk keluarga korban dengan tulus.
Empati seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal akal, tapi juga hati. Dengan mendengar dan merasakan apa yang dialami orang lain, pemimpin bisa mengambil keputusan yang lebih bijak.
Dalam kehidupan sehari-hari, coba terapkan saat ada rekan kerja mengeluh tentang beban kerja. Alih-alih langsung menilai, dengarkan dulu. Dari sana kamu bisa mencari solusi bersama, misalnya membagi tugas lebih merata atau memberi jeda istirahat tambahan.
3. Berani Mengambil Keputusan
Seorang pemimpin sering berada di persimpangan jalan. Kadang, tidak ada pilihan yang benar-benar sempurna. Namun, cara menjadi pemimpin yang baik adalah berani mengambil keputusan, meskipun penuh risiko.
Contoh inspiratif datang dari Soekarno, proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, keputusan memproklamasikan kemerdekaan diambil dalam kondisi serba sulit. Tekanan dari Jepang, perdebatan internal tokoh bangsa, hingga ancaman militer membuat suasana tegang. Namun, keberanian Bung Karno bersama Bung Hatta mengumumkan kemerdekaan Indonesia menjadi titik balik sejarah bangsa.
Dari kisah ini kita belajar, pemimpin sejati tidak menunggu semuanya sempurna. Justru dalam ketidakpastian, keberanian mengambil keputusan menjadi kunci kemajuan.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di Harvard Business Review (HBR, 2020), pemimpin yang mampu mengambil keputusan sulit di masa krisis lebih dihargai karena menunjukkan ketegasan dan kejelasan arah.
Dalam skala kecil, misalnya kamu ketua kelompok kuliah, ada saatnya kamu harus memilih siapa yang mengerjakan bagian terberat dari tugas. Mungkin keputusan itu tidak populer, tapi kalau diputuskan secara adil dan terbuka, tim akan tetap menghormati pilihanmu.
Baca Juga: 10 Cara Mengembangkan Potensi Diri Menuju Versi Terbaikmu
4. Menjadi Teladan dalam Tindakan
Pemimpin yang baik bukan hanya pintar berbicara, tetapi juga memberikan teladan melalui tindakan. Kata-kata bisa saja meyakinkan, tapi teladan nyata akan lebih kuat memengaruhi orang lain.
Kita bisa mencontoh gaya kepemimpinan Mahatma Gandhi. Ia tidak hanya menyerukan perlawanan terhadap penjajahan Inggris, tetapi juga melakukannya dengan jalan damai melalui aksi non-kekerasan. Gandhi rela hidup sederhana, berpakaian tradisional, dan berbaur dengan rakyatnya. Sikap konsisten inilah yang membuat rakyat percaya dan akhirnya mendukung penuh perjuangannya.
Bisa dibayangkan jika Gandhi hanya memberi pidato tanpa memberi contoh, tentu semangat perlawanan rakyat tidak akan sekuat itu. Maka, salah satu cara menjadi pemimpin yang baik adalah menjadikan diri sebagai teladan, bukan sekadar pemberi instruksi.
Menurut penelitian dalam Journal of Business Ethics (2017), pemimpin yang memberi teladan nyata lebih mudah membangun etika organisasi yang sehat, karena perilaku pemimpin cenderung ditiru oleh bawahannya.
Kalau kamu pemimpin tim, jangan hanya menyuruh anggota kerja lembur sementara kamu pulang lebih dulu. Ikut lembur bersama akan menunjukkan bahwa kamu benar-benar satu perjuangan dengan timmu.
5. Fleksibel dan Adaptif pada Perubahan
Dunia bergerak sangat cepat. Teknologi, budaya kerja, hingga pola hidup masyarakat berubah dari waktu ke waktu. Karena itu, cara menjadi pemimpin yang baik juga berarti mampu beradaptasi dengan perubahan.
Ambil contoh dari Satya Nadella, CEO Microsoft. Saat ia memimpin, Microsoft sedang tertinggal dari para pesaingnya di dunia teknologi. Nadella kemudian mengubah arah perusahaan dengan fokus pada cloud computing dan layanan digital. Ia juga membawa budaya kerja baru yang lebih terbuka dan kolaboratif. Hasilnya, Microsoft kembali bangkit dan menjadi salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia.
Riset dari McKinsey & Company (2021) menyebutkan bahwa “learning agility” atau kelincahan dalam belajar adalah salah satu kompetensi kepemimpinan terpenting di era digital, karena lingkungan bisnis dan sosial terus berubah dengan cepat.
Kamu bisa mulai dengan hal sederhana: misalnya, saat teknologi baru muncul di tempat kerja, jangan menolak. Cobalah belajar pelan-pelan, ikuti pelatihan online, dan tunjukkan bahwa kamu siap beradaptasi.
6. Memberdayakan Orang Lain
Pemimpin sejati tidak hanya ingin terlihat hebat sendiri. Justru, ia berusaha membuat orang-orang di sekitarnya tumbuh dan berkembang. Inilah yang disebut kepemimpinan transformatif.
Contoh nyata bisa kita lihat dari Nelson Mandela. Setelah bebas dari penjara 27 tahun, ia tidak membalas dendam pada rezim apartheid. Sebaliknya, ia justru memberdayakan masyarakat kulit hitam sekaligus merangkul kulit putih untuk membangun Afrika Selatan baru. Mandela percaya bahwa kepemimpinan sejati adalah memberi kesempatan pada orang lain untuk tumbuh bersama.
Maka, cara menjadi pemimpin yang baik bukan hanya tentang “aku”, tapi tentang “kita”. Semakin banyak orang yang berdaya, semakin kuat pula organisasi atau bangsa itu.
Baca Juga: Cara Membangun Personal Branding
7. Konsisten dan Disiplin
Tanpa konsistensi, visi yang besar hanya akan menjadi angan-angan. Konsistensi seorang pemimpin akan menjadi inspirasi bagi timnya. Ketika pemimpin disiplin, bekerja keras, dan tidak mudah menyerah, maka tim akan mengikuti langkah yang sama.
Kamu mungkin pernah dengar kisah Ignasius Jonan yang selalu turun langsung ke lapangan. Ia menegakkan aturan dengan disiplin, bahkan tidak segan menindak pejabat internal PT KAI yang tidak mengikuti standar. Sikap konsisten ini membuat bawahannya menghargai dan menaruh respek pada kepemimpinannya.
Penelitian dalam Leadership Quarterly (2019) menunjukkan bahwa konsistensi perilaku pemimpin membangun kepercayaan, dan kepercayaan adalah fondasi utama kepemimpinan yang efektif.
Kalau kamu ingin menjadi pemimpin yang baik dalam kelompok kecil, misalnya organisasi kampus, jangan hanya rajin hadir di awal lalu menghilang di tengah jalan. Disiplin dan konsistensi hadir dalam rapat dan komitmen menyelesaikan janji akan membuat anggota lain ikut meneladani.
***
Dari kisah-kisah di atas, kita belajar bahwa cara menjadi pemimpin yang baik bukanlah sesuatu yang abstrak atau mustahil dilakukan. Setiap orang bisa melatihnya, asalkan mau belajar dari pengalaman, mendengar orang lain, serta berani mengambil keputusan.
Baik itu dari Ignasius Jonan yang mengubah wajah kereta api Indonesia, Jacinda Ardern yang memimpin dengan empati, hingga Soekarno yang berani mengambil keputusan di tengah ancaman, semuanya memberikan pelajaran berharga.
Jadi, jika kamu ingin tahu cara menjadi pemimpin yang baik, mulailah dari dirimu sendiri. Jadilah pribadi yang punya visi, berempati, berani, konsisten, serta mau tumbuh bersama orang lain.
Referensi:
- Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership (2nd ed.). Psychology Press.
- Goleman, D. (1998). Working with Emotional Intelligence. Bantam Books.
- Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. (2017). The Leadership Challenge: How to Make Extraordinary Things Happen in Organizations (6th ed.). Wiley.
- Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations (8th ed.). Pearson.
- Northouse, P. G. (2021). Leadership: Theory and Practice (9th ed.). Sage Publications.
- Avolio, B. J., & Gardner, W. L. (2005). Authentic leadership development: Getting to the root of positive forms of leadership. The Leadership Quarterly, 16(3), 315–338. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2005.03.001
- Walumbwa, F. O., Avolio, B. J., Gardner, W. L., Wernsing, T. S., & Peterson, S. J. (2008). Authentic leadership: Development and validation of a theory-based measure. Journal of Management, 34(1), 89–126. https://doi.org/10.1177/0149206307308913
- Gardner, W. L., Cogliser, C. C., Davis, K. M., & Dickens, M. P. (2011). Authentic leadership: A review of the literature and research agenda. The Leadership Quarterly, 22(6), 1120–1145. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2011.09.007
Sumber foto: Freepik.com